Jam Beker

Deringan jam itu terasa sangat nyaring. Terdengar mengagetkan dan membuat mata yang masih terkantuk itu membuka. Belum lama rasanya mata itu terlelap, namun kini harus terbuka dan menatap hari yang baru lagi. Malas sekali rasanya bangun dari tempat tidur. Kelelahan sehari kemarin rasanya belum terbayar dengan tidur yang hanya sejenak. Berapa jam yang lalu mata itu masih terbuka untuk memelototi pekerjaan yang rasanya tiada habisnya. Pekerjaan yang kini harus ditekuninya setelah beberapa bulan yang lalu diPHK dan tiada penghasilan tetap lagi.

Pekerjaan sebagai editor buku di sebuah percetakan kini harus dijalaninya. Deadline waktu yang terus harus dikejar membuat dirinya bekerja tiada mengenal siang dan malam. Siang hari di mana waktunya orang-orang bekerja, dia juga harus bekerja. Malam hari di mana orang-orang telah pergi ke kasur yang empuk untuk sekedar merebahkan badannya, dia masih harus terus memelototi satu demi satu buku-buku yang tertumpuk di ruang kerjanya untuk dia periksa. Apakah buku-buku yang telah tercetak itu betul-betul utuh halamannya? Tidakkah ada lembaran yang sobek atau tidak utuh? Apakah ada lembaran yang hilang? Sungguh sebuah pekerjaan yang kelihatannya mudah namun membutuhkan ketelitian yang luar biasa.

Hanya bermodalkan jam beker dia bisa lebih mengatur waktunya. Kapan harus bangun untuk meneruskan lagi pekerjaannya, dia kini tergantung pada jam tersebut. Sebuah jam yang kelihatannya biasa saja, namun bagi dia sungguh sangat berharga. Bukan karena harganya yang mahal, bukan karena bentuknya yang bagus, namun karena kenangan pada jam itu lah yang tak mungkin rasanya terlupakan begitu saja.

Jam beker itu adalah hadiah ulang tahun dari seorang teman. Teman yang kini telah pergi meninggalkannya dan tak mungkin kembali lagi. Teman terbaik yang telah menuntunnya dan membawanya pada jalan kebenaran. Jalan yang kini ditempuhnya setelah sekian lama hidup tanpa pegangan yang jelas. Dulu di saat dia masih muda dan kuat, malah bergelimang dengan maksiat. Minum-minuman keras merupakan kebiasaan yang sering dilakukannya ketika berkumpul dengan teman-teman sekampungnya. Memalak di jalan untuk sekedar beli minuman merupakan perilaku yang sering dilakukannya ketika uang tak ada di saku. Kebiasaan yang terus dia lakukan hingga suatu waktu tanpa sengaja dia bertemu dengan seseorang yang merubah kehidupannya. Seseorang yang mampu menunjukkannya pada jalan kebenaran. Ini adalah hidayah dari Allah SWT. Namun lewat perantara orang tersebut.  

Penulis: perawatnulis

Perawat, ibu rumah tangga dengan 3 orang anak

Tinggalkan komentar